Loading...
Loading...
Pesona
kecantikan Nabila telah membius kedua mata Ferdinan. Wajah ayu Nabila
membakar gelora asmara pada jiwa laki-laki itu. Mereka merenda kasih
walau keyakinan memisah jarak antara dua agama yang berbeda. Hubungan
cinta Nabila dan Ferdinan berkiblat pada masing-masing Tuhan. Sedari
itu, toleransi cinta telah terbangun menjadi sebuah istana dalam tasbih
dan nyanyian gereja. Keduanya menjaga cinta tanpa ternoda oleh qasidah
setan yang sewaktu-waktu menerkam iman. Nabila sangat menjaga kesucian.
Balutan jilbab telah menjerat setan yang bersembunyi di balik tirai
kelopak mata para durjana. Secuipun aurat Nabila tak tersikap menganga.
Ferdinan mengetahui hal itu. Sebagai seorang penganut gereja ortodok.
Ferdinan menghargai Nabila sebagai seorang muslim sejati. Akan tetapi,
jiwa keortodokan Ferdinan terhadap gereja belum jua luntur. Kecantikan
Nabila dengan rona wajah yang mampu memantulkan cahaya. Membuat mata
Ferdinan tersihir. Mereka berjumpa di kala ramadhan berkumandang
lantang.
Malam
telah tersenyum indah. Ferdinan yang pada saat itu berkunjung ke rumah
kerabat jauh. Tak sengaja berjumpa dengan Nabila sehabis pulang tarawih.
Bibir tipis Nabila membuncah ketika keduanya sama-sama beradu pandang.
Ferdinan tak kuasa menahan dari jerat kecantikan Nabila. Darah Ferdinan
mendesir, jantungnya berdekup-dekup, kedua mata hitam tak henti menacap.
Hati Ferdinan runtuh ketika melihat bidadari di depan matanya.
“Ass. Ada yang perlu saya bantu?” seloroh Nabila ketika mereka bertemu.”Maaf kalau tidak ada. Saya mau pulang,” sambungnya.
“Tunggu,” balas Ferdinan.
“Iya ada apa,” Nabila menghentikan langkahnya.
“Saya hanya mencari alamat pak Yohanes. Anda mengenalnya,” Tanya Ferdinan tanpa beralih memandangi wajah Nabila.
“Oh.
Bapak Yihanes. Ya! Saya tahu. Rumahnya di sebrang jalan lingkar ini.
Anda bisa menanyakan lagi ketika sudah berada di bundarannya,” Nabila
menjelaskan.
Pertemuan
yang sangat indah bagi Ferdinan. Ketika perjuampaan yang singkat itu
ternyata membuat Ferdinan jatuh hati. Walau dirinya sadar bila Nabila
seorang gadis islami. Namun baginya, kecantikan dan kesuciannya membuat
hatinya bergetar. Hal yang sama juga dirasakan oleh Nabila. Kriteria
Ferdinan merangsek memeluk hati Nabila akan cahaya cinta. diam-diam
Ferdinan jatuh hati pada Nabila. Begitupun sebaliknya, Nabila mencintai
Ferdinan. Rajutan cintapun mengalir sudah. Nabila sadar akan keyakinan
yang dimiliki oleh Ferdinan akan membawa petaka. Memacari orang yang
beda agama sama saja akan memunculkan bara api orang tuanya. Apalagi
bila orang tua Nabila mengetahui. Urusannya bisa celaka dua belas. Citra
ayahnya akan luntur oleh lisan-lisan berpanah pedang. Orang tua Nabila
adalah pemilik pesantren di kampungnya. Bukan hanya itu, ulama yang
paling dikagumi sebagai penceramah ulung. Nabila tidak memikirkan hal
itu. Cintanya dengan Ferdinan tiak terhalang oleh dua agama. Perasaan
Nabila mendesir. Ia khawatir kalau-kalau hubunganya dengan Ferdinan akan
tercium oleh para santri anak buah bapaknya. Matanya berkaca-kaca
kemudian meleleh di depan cermin. Bulan puasa tahun ini tak sebahagia
tahun kemarin. Jiwanya merana, hatinya sendu dan penuh tanda Tanya.
Mengapa Nabila mencintai Ferdinan yang berbeda keyakinan. Dia melihat
wajah cantiknya di depan cermin. Bayang semu yang bersembunyi di balik
kaca seolah-olah berbisik.
“Bukankah
kau memacari Ferdinan bagian dari jihad. Apalagi bila kau mampu
membawanya kea rah agama yang benar yakni muslim. Jangan hiraukan ayahmu
Nabila. Ferdinan laki-laki baik. Suatu saat nanti hatinya akan mencair
untuk berpindah kiblat denganmu,” bayangan Nabila berkata dengan mata
yang meleleh.
Batinnya
menjerit. Nabila tidak mau hubungan cinta dengan Ferdinan dirahasiakan.
Toh saatnya nanti akan ketahuan. Sepandai-pandainya tupai melompat dan
sepandai menyembunyikan bangkai pada akhirnya ketahuan juga. Batin
Nabila kembali mengembara bagaimana kisah hidup Ferdinan. Laki-laki
berbadan tirus itu memiliki kerabat yang tingalnya sekampung dengan
Nabila. Pak Yohanes adalah adik kandung ayah Ferdinan. Asalnya dari
Sidempuan, Sumatra Utara. Bila Ferdinan berkunjung ke rumah kerabatnya.
Ferdinan sudah pasti akan hijrah ke rumah Nabila dengan berbagai alas an
klasik. Walau rumah Nabila di pinggir pesantren tidak membuat niat
Ferdinan goyah. Nabila kerap berbohong kepada ayahnya guna menutupi
status Ferdinan yang beragama Kristen ortodok.
“Dia teman Nabila kuliah Abi,” kata Nabila kepada ayahandanya.
“Oh. Tapi abi liat dia sering ke rumah pak Yohanes. Apa hubungan Ferdinan dengan bapak Yohanes,” propaganda ayahandanya.
“Te-e-e-e-e-emannya juga mungkin,” gugup Nabila menjawabnya.
“Abi
khawatir saja. Memang pak Yohanes orangnya sangat baik. Kamu tahu
sendiri kan. Hanya saja Allah Swt belum memberikan ilham kepada agama
yang benar,’ nasehati ayahandanya.
Nabila
tersipuh. Ayahandanya menyinggung perbedaan keyakinan. Bibir Nabila
kelu. Getaran dahsyat berkecambuk di hatinya ketika ayahnya menceritakan
kisah cinta perbedaan agama. Walau ayahnya sendiri belum mengetahui
status agama Ferdinan. Namun sedikit kecurigaan membuat laki-laki tua
berjanggut putih bercerita panjang lebar. Ia menyinggung para artis yang
menikah tanpa didasari agama yang sama. Ayahnya juga menjelaskan dengan
lantang seperti khotbah yang kerap ia lakukan di setiap hari Jumat.
Tentang bagaimana kisah cinta antar dua sejoli yang berbeda keyakinan
sama halnya dengan zinah. Nabila seperti terpasung oleh rantai dakwah
yang melekat. Tapi jiwa Nabila tidak bisa dibohongi. Ia sangat mencintai
Ferdinan. Hatinya sudah menyatu dengan laki-laki berdarah indo-eropa
itu. Hal yang membuat Nabila suka terhadap Ferdinan adalah karena ia
kerap mengetahui isi dalam al-quran. Bahkan ia ikut berpuasa di bulan
ramadhan ini. Itulah yang membuat hati Nabila membias menjadi cinta.
Tapi jerit hatinya kembali terngiang tentang hubungan kekasih yang tidak
dilandasi oleh agama yang sama. Hati putihnya seolah ditumbuhi pohon
kaktus yang berduri bila mengingat petuah ayahnya. Jiwa Nabila diantara
simalakama.
Mata
Nabila berkaca-kaca di atas sajadah. Ceramah dari ayahnya menjadi buah
durian yang tajam. Ia kiblatkan dengan ayat-ayat cinta di atas sajadah
menghilangkan rasa sesak di dada. Sehabis tadarusan ia langsung
membentangkan sayap agar Ferdinan dan keluarganya diberi hidayah ke
jalan yang benar. Bahasa Nabila dalam doa seperti merayu, menggoda dan
bertawadu. Agar Allah Swt membuka cahaya terang kepada Ferdinan. Ia
tidak memperdulikan deringan SMS dan telephon dari ponsel yang dari tadi
tergeletak di pinggir sajadah. Tak beberapa lama, embun di matanya
singgah di pipi. Ratapan doa Nabila menghujam ulu hati Ferdinan yang
secara bersamaann berdoa juga. Di malam itu, Ferdinan melelehkan matanya
di dalam gereja Santo petrus. Bibirnya memandangi keesaan Yesus agar
diberi petunjuk diantara agama dan cinta. Nabila dan Ferdinan beriringan
doa pada tempat yang berbeda. Antara mesjid dan gereja.
Malam
telah larut dan hilang menjadi kilatan surya di ufuk timur. Nabila
tersungkur di atas sajadah hingga kilatan pagi menampar kedua mata
indahnya. Ia terbangun dan langsung memegang handpon yang dari semalaman
belum ia jamah. Panggilan tak terjawab tertulis sepuluh kali dari
Ferdinan. SMS dalam kontak masuk memenuhi ruang atas nama Ferdinan. Mata
Nabila membuncah, senyum tipis mengembang ketika untaian kata dari SMS
Ferdinan membawanya hanyut dalam gelombang arus sajak-sajak cinta yang
memuja dirinya. Dalam isi SMS itu pula Ferdinan berdoa meminta jalan
yang terbaik agar diberiakan pilihan. Kemudian Nabila diam. Hatinya
mendesir bahwa ia juga berdoa semalaman. Padahal ia sadar bahwa sahur
telah berlalu menjadi waktu yang tergores. Entah mengapa di rumah Nabila
tak ada yang sahur karena malam begitu pekat. Santri pondok pesantren
tidak membangunkan karena mereka kira Nabila dan keluarganya sahur pada
malam itu. Rasa sunkan ke rumah ustad menjadikan para santri enggan
untuk singgah walau sekedar membangunkan sahur. Nabila beristigfar di
dalam hati. Rayuann cumbu kepada Tuhannya membuat sahur telah berlalu
menjadi hari yang gersang.
Rasa
kantukpun terjadi pada Ferdinan. Ia tertidur di atas kursi sembari
berdoa kepada Yesus sang penebus dosa di gereja Santo Petrus. Dalam
tidurnya ia bertemu seseorang yang berwajah putih dan bersayap yang
tersenyum binar. Ferdinan menangis dengan rasa haru memeluk kedua kaki
laki-laki itu. Tangan laki-laki itu dengan halus membelai kepala
Ferdinan dengan mata yang berkaca-kaca.
“Wahai
Ferdinan. Bangunlah dari pelukan kakiku. Kau tak usah menangisi hanya
karena bimbang tentang keyakinan dan cintamu. Ikutilah kata hatimu.
Nabila gadis baik, kiblatkanlah imanmu pada keyakinan Nabila,” laki-laki
yang berwajah putih memberikan petuah pada Ferdinan.
Ferdinan
tersadar dari alam mimpi yang membuainya. Lentera malam membaiat rasa
kantuk melenakan temaram yang gulita. Mimpi itu membuat hatinya meleleh.
Apakah mimpi itu sebagai isyarat bahwa di malam ramadhan ini ia harus
bersujud kea rah ka’bah. Ia menatap tuhannya yang tertunduk di atas
salib. Keyakinannya kian luntur dari agama yang dia percayai. Wajah
Nabila terbayang menjadi kupu-kupu khayalan di kepalanya. Saat itulah
dirinya ingin segera ketemu dengan gadis berjilbab itu. Ferdinan sudah
yakin pada prinsipnya. Bahwa hidayah islam menyadarkan akan keesaan
Tuhan.
“Mimpi itu membuat mataku berkaca. Aku tak kuasa berderai,” gumam Ferdinan.
Hari
telah berlalu menggoreskan almanak. Ferdinan menjelma menajdi muslim
sejati. Seminggu lamanya Ferdinan menghilang karena ingin memahami islam
secara mendalam. Ia masuk islam oleh seorang ulama terkemuka Syeh Ahmad
Firdaus. Sedangkan Nabila kehilangan jejak perihal kekasihnya itu.
Nabila heran dalam rasa rindu yang berkecambuk. Ia menemui pak Yohanes
guna menanyakan kabar saudaranya itu. Nabila seolah tak percaya. Pak
Yohanes mengenakan peci putih dan sarung. Pak Yohanes menjadi muslim
sejati. Ia pun bercerita panjang lebar perihal tentang masuknya ia ke
agama muslim. Pak Yohanes juga nanar dengan kedatang Nabila ke rumahnya.
“Nabila ada perlu apa?” Tanya pak Yohanes.
“Saya mau menanyakan Ferdinan. Sudah seminggu ini tak ada kabar,” balasnya.
Tak
beberapa lama datanglah ibu muda yang cantik jelita. Ia istri pak
Yohanes. Ia memakai kain gamis yang biasa dipakai oleh orang arab.
Kerudung indahnya juga melekat memberikan kesaksian bahwa keduanya masuk
muslim.
“Nabila!!” selorohnya.
“Assalamualaikum ibu Maria,” balas Nabila.
“Walaikum.
Namaku Mariam bukan Maria lagi. Semanjak kami muslim, kami sudah
mengganti nama kami. Suami saya pun begitu. Ia bukan lagi Yohanes tapi
Muhamad Ayas,” Maria menjelaskan.
“Betul sekali Nabila,” singkat pak Yohanes.
Ketiganya
bercerita panjang lebar hingga waktu menari-nari dengan kencang. Sama
sekali Pak Yohanes dan istrinya tidak mengetahui kabar Ferdinan yang
rimbanya entah kemana. Dalam pada itu, orang tua Nabila menemui Syeh
Ahmad Firdaus untuk mencarikan jodoh Nabila. Mau tidak mau Nabila tidak
bisa menolak pilihan orang tuanya. Syeh Ahmad Firdaus adalah sahabat
orang tua Nabila. Mereka percaya bahwa Syeh Ahmad Firdaus memiliki
banyak murid yang paham akan agama.
“Saya memiliki murid. Ia seorang mualaf. Sepertinya ia sangat cocok dengan anakmu,” Syeh Ahmad Firdaus menjelaskan.
“Apakah ia sudah paham agama dengan benar,” Tanya orang tua Nabila.
“Insallah. Anakmu yang bernama Nabila akan berjihad membawa ke jalan yang benar,” kata Syeh Ahmad Firdaus.
“Baiklah Syeh. Saya percaya sepenuhnya kepada syeh,” orang tua Nabila mengikuti.
Haripun
berlalu lalang. Puasa ke delapan di bulan ramadhan ini sudah datang.
Orang tua Nabila menjelaskan dengan runtut perihal perjodohannya dengan
murid Syeh Ahmad Firdaus. Hati Nabila menangis bagai di serang oleh
badai amarah. Jiwanya menolak. Bagi Nabila, Ferdinan adalah pilihan
terakhirnya walaupun ia tak ada kabar.
“Gimana anakku. Maukah kau menikah dengan salah seorang murid Syeh Ahmad Firdaus,” introgasi ayahnya.
Nabila diam. Kepalanya tertunduk ke lantai. Hatinya merintis mengapa secepat itu perjodohan datang.
“Jawab Nabila,” ibunya yang dari tadi diam ikut bersua.
“Baik kalau begitu,” menangis Nabila. Padahal ia menolak perjodohan itu. Nabila tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya.
Hari
perjodohanpun datang. Ferdinan pada malam itu datang menemui Syeh Ahmad
Firdaus. Ia tidak tahu maksud ke datangan ke rumah syeh yang tiba-tiba
itu. Syeh Ahmad Firdaus hanya tersenyum-senyum. Syeh Ahmad Firdaus belum
menjelaskan maksud undangan Ferdinan ke rumahnya. Syeh Ahmad Firdaus
masih merahasiakan tentang perjodohan. Tak beberapa lama berselang. Bel
pintu menjerit kencang. Ferdinan yang persis dekat dengan pintu bangkit
untuk membukakan pintu.
“Biar saya saja yang membukakan pintu syeh,” Ferdinan langsung berdiri.
Pintu
dibuka dengan pelan. Tiga orang tamu pada malam itu beradu pandang
dengan Ferdinan. Dua perempuan, yang satu masih muda dan satunya lagi
sudah tua. Dengan seorang laki-laki berpeci hitam. Ferdinan tertegun
dahsyat setelah mengetahui bahwa mereka adalah orang tua Nabila.
Sedangkan seorang perempuan muda yang kini ia pandangi tak lain dan tak
bukan Nabila. Mata Ferdinan membuncah. Senyum tipis dari bibir Nabila
mengembang. Kedua orang tua Nabila seolah tak percaya dengan kedatangan
Ferdinan di rumah Syeh Ahmad Firdaus. Mereka masuk ke ruang tamu.
Ferdinan dan Nabila tersenyum berbunga-bunga. Hati Nabila tak kuasa
menahan bahagia. Mungkinkah laki-laki yang orang tuanya maksud adalah
Ferdinan.
Setelah
mereka dipersilahkan duduk di ruang tamu. Ferdinan duduk disamping Syeh
Ahmad Firdaus. Sedangkan Nabila duduk di dekat orang tuanya. Tanpa
pikir panjang, Syeh Ahmad Firdaus membuka pembicaraan.
“Inilah laki-laki yang cocok dengan Nabila,” ucap Syeh Ahmad Firdaus.
Setelah
kata-kata itu terlontar. Senyum tipis Nabila dan Ferdinan membuncah
lebar. Hawa sejuk seolah jatuh di jiwa mereka. Sedangkan kedua orang tua
Nabila seakan tak percaya. Karena mereka sudah tahu siapa Ferdinan.
Orang tua Nabila tak bisa berbuat apa-apa.
“Kalau kami. Gimana Nabila saja,” kata orang tua Nabila. “Apakah kamu cinta dengan Ferdinan Nabila?” sambungnya.
“Insallah Nabila cinta,” dengan sedikit mengangkat wajah Nabila berkata. Senyum bahagia terpancar.
“Kalau dengan nak Ferdinan,” Tanya Syeh Ahmad Firdaus sembari memegang pundak Ferdinan.
“Insallah, saya siap menjadi suami Nabila,” jawab Ferdinan dengan deraian air mata.
Suasana
perjodohanpun diliputi rasa haru. Tangisan Syeh Ahmad Firdaus
terisak-isak dengan pelan. Pun demikian, kedua orang tua Nabila
meneteskan air mata. Dengan tak disangka, Nabila dan Ferdinan
dipertemukan cintanya di malam ramadhan. Romantika cinta di bulan puasa
mempersatukan perbedaan agama menjadi agama cinta yakni islam. Kedua
mata Ferdinan dan Nabila beradu. Senyum tipis dikedua bibir mereka
mengembang. Dengan malu-malu mereka saling beradu mata. Sungguh indah di
malam puasa.
Di
luar terdengar suara tadarusan dengan khikmat. Bintang berkedip indah.
Hembusan nafas dari malam bersaksi. Mesjid begitu ramai oleh calon
penghuni surga. Bulan puasa bagai cinta yang tak ternoda. Dosa umat siap
ditebus dengan menjalankan kewajiban berpuasa. Neraka terkunci. Surga
terbuka. Terkecuali bagi manusia yang tak tahu dosa. Sungguh bahagia
bila insan yang memiliki cinta seperti Nabila dan Ferdinan. Romantika
cinta di bulan puasa berbuah surga.
Semua agama mengajarkan cinta
Cinta hadir bukan karena perbedaan agama
Tapi cinta mampu mempersatukan agama
Hadirnya cinta terasa indah di bulan puasa
Tanpa kita rasakan cinta itu datang
Loading...